Gresik (Pinmas)—Dirjen Bimas Islam
Kementerian Agama Abdul Djamil mengatakan, penyerasian hisab merupakan
salah satu upaya untuk meminimalisir perbedaan dalam penentuan awal
bulan Ramadhan dan hari raya.
“Berbagai upaya tetap kita lakukan meskipun sampai saat ini belum ada titik temu. Kita tidak
akan berputus asa,” kata Djamil pada pembukaan kegiatan Penyerasian
Almanak Tingkat Nasional yang digelar oleh oleh Lajnah Falakiyah
PBNU di Gresik, Jawa Timur, Kamis (9/5) malam.
Djamil mengatakan, Kemenag memberikan apresiasi kepada para ahli
falak dari berbagai daerah atas upaya penyerasian hisab atau data
astronomis dalam penyusunan kalender Islam. Langkah ini diperlukan
untuk meminimalisir perbedaan dalam penetapan awal bulan Ramadhan dan
hari raya.
“Kemenag juga secara periodik mengumpulkan para ahli hisab-rukyat
berbagai daerah di Indonesia,” ujar Djamil seraya menyampaikan bahwa di
tingkat internasional para ahli astronomi juga belum satu kata dalam
penentuan awal bulan Islam.
Menurut Djamil, saat ini para ahli falak sudah berbesar hati untuk
mencari titik persamaan dengan memunculkan kriteria imkanurrukyat atau
visibilitas pengamatan. Kriteria ini menegaskan bahwa hilal hanya bisa
diamati dengan syarat tertentu dan jika tidak terpenuhi, maka laporan
pengamatan hilal bisa ditolak.
Di sisi lain, kriteria imkanurrukyat dalam penyusunan almanak
merupakan salah satu cara untuk memangkas perbedaan dalam penentuan awal
bulan. Meski tidak semua ahli falak setuju, kriteria ini merupakan
salah satu alternatif titik temu antara para ahli yang berpedoman pada
hisab dan rukyat.
“Kriteria imkanurrukyat itu menunjukkan bahwa ahli astronomi kita
sudah semakin legowo untuk menuju pada satu kesamaan. Meski sudah
seperti itu, perbedaan masih terus saja terjadi. Dan kita tidak pernah
berputus asa. Berbagai upaya terus kita lakukan,” kata Djamil.
Dalam kesempatan itu, Djamil juga menyampaikan, sebagai bentuk
komitmen Kemenag dalam mengembangkan ilmu astronomi, pihaknya juga telah
merintis program studi ilmu falak di perguruan tinggi Islam baik di
tingkat S1, S2 dan S3 seperti di
IAIN Walisongo Semarang.
“Upaya pengembangan bidang studi ini harus dilakukan. Jika tidak,
maka ahli falak akan semakin sedikit, karena memang bidang ini tidak
banyak diminati,” kata Djamil.
Kasubdit Pembinaan Syariah dan Hisab Rukyat Dr. H. Ahmad Izzuddin
M.Ag. menambahkan, pihaknya akan memfasilitasi perwakilan tokoh dan ahli
astronomi dari berbagai ormas
untuk mengadakan pertemuan pada Juni 2013 nanti.
“Kita akan fasilitasi perwakilan ormas untuk menyampaikan pemikiran
masing-masing dan ditindaklanjuti dengan upaya memberikan data kepada
pemerintah agar bisa memberikan keputusan terbaik dalam penentuan awal
bulan, terutama Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah,” katanya.
Sementara itu kegiatan Penyerasian Almanak Tingkat Nasional sendiri
akan berlangsung sampai Sabtu (12/5) besok. Kegiatan ini diikuti
sedikitnya 60 ahli falak dari berbagai daerah.
Ketua Lajnah Falakiyah
PBNU KH A. Ghazali
Masroeri mengatakan, sedikitnya ada 20 metode hisab yang berkembang di
Indonesia, dan di antaranya memiliki tingkat perbedaan yang cukup
signifikan. Maka perlu ada upaya yang disebut oleh Lajnah Falakiyah
sebagai “penyerasian hisab”.
“Perbedaan hisab bisa menjadi persoalan. Maka kita lakukan
penyerasian hisab atau hisab jama’i yang nantinya akan dipublikasikan
dalam bentuk almanak bersama,” kata Kiai Ghazali.(ks)
sumber : http://kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=127934